legenda persib
Legenda persib
Pelatih legendaris • Indra Tohir • Nandar Iskandar Pemain legendaris
Sejak bermain di kompetisi Perserikatan, Divisi Utama hingga Liga Super,
Persib Bandung terus memiliki pemain yang berprestasi baik di klub
maupun di Tim nasional, para pemain tersebut berhasil mengangkat nama
persib di kancah persepak bolaan nasional dan juga nama Tim nasional di
kancah internasional. Nama-nama pemain legendaris Persib Bandung •
Adjat Sudradjat

• Robby Darwis

• Sutiono Lamso

• Yusuf Bachtiar

• Yaris Riyadi

• Yadi Mulyadi

• Adeng Hudaya

• Sobur

• Yudi Guntara

• Dede Iskandar • Djajang Nurjaman • Muhammad Syahid • Wowo Sunaryo
Sebelum lahir nama Persib, pada tahun 1923 di Kota Bandung berdiri
Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). BIVB ini merupakan salah satu
organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai
Ketua Umum BIVB adalah Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra
pejuang wanita Dewi Sartika, yakn i R. Atot. BIVB kemudian menghilang
dan muncul dua perkumpulan lain bernama Persatuan Sepak bola Indonesia
Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada 14 Maret 1933
kedua klub itu sepakat melebur dan lahirlah perkumpulan baru yang
bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai ketua
umum. Klub- klub yang bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda,
Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Setelah tampil tiga kali sebagai runner up pada Kompetisi Perserikatan
1933 (Surabaya), 1934 (Bandung), dan 1936 (Solo), Persib mengawali
juara pada Kompetisi 1939 di Sol
Setelah Indonesia merdeka, pada 1950 digelar Kongres PSSI di Semarang
dan Kompetisi Perserikatan. Persib yang pada saat itu dihuni oleh Aang
Witarsa, Amung, Andaratna, Ganda, Freddy Timisela, Sundawa, Toha,
Leepel, Smith, Jahja, dan Wagiman hanya mampu menjadi runner-up setelah
kalah bersaing dengan Persebaya Persebaya. Pada tahun 50-an Aang
Witarsa dan Anas menjadi pemain asal Persib pertama yang ditarik
bergabung dengan tim nasional Indonesia untuk bermain di pentas Asian
Games 1950. Prestasi Persib kembali meningkat pada 1955-1957. Munculnya
nama-nama seperti Aang Witarsa dan Ade Dana yang menjadi wakil dari
Persib di tim nasional untuk berlaga di Olimpiade Melbourne 1956. Pada
ajang itu, tim nasional Indonesia berhasil menahan imbang Uni Sovyet
sehingga memaksa diadakan pertandingan ulang yang berujung kekalahan
telak untuk Indonesia dengan skor 4-0. Persib makin disegani. Pada
Kompetisi 1961 tim kebanggaan “Kota Kembang” itu meraih juara untuk
kedua kalinya setelah mengalahkan PSM Ujungpandang. Materi pemain
Persib saat itu adalah Simon Hehanusa, Hermanus, Juju (kiper), Ishak
Udin, Iljas Hadade, Rukma, Fatah Hidayat, Sunarto, Thio Him Tjhaiang,
Ade Dana, Hengki Timisela, Wowo Sunaryo, Nazar, Omo Suratmo, Pietje
Timisela, Suhendar, dll. Karena prestasinya itu, Persib ditunjuk
mewakili PSSI di ajang kejuaraan sepakbola “Piala Aga Khan” di Pakistan
pada 1962. Bintang Persib saat itu juga telah lahir Emen “Guru”
Suwarman. Setelah itu, prestasi Persib mengalami pasang surut. Prestasi
terbaik Persib di Kompetisi perserikatan meraih posisi runner up pada
1966 setelah kalah dari PSM di Jakarta.
Pada tahun 70-an, Persib mengalami masa sulit dan miskin gelar. Namun,
Max Timisela, yang menempati posisi gelandang menjadi langganan tim
nasional. Puncaknya pada Kompetisi Perserikatan 1978-1979, Persib
terdegradasi ke Divisi I. Kondisi itu membuat para pembina Persib
berpikir keras untuk melakukan revolusi pembinaan. Dipersiapkanlah tim
junior yang ditangani pelatih Marek Janota (Polandia). Kemudian, tim
senior diarsiteki Risnandar Soendoro. Gabungan pemain junior dan senior
ini membuahkan hasil karena Persib berhasil promosi ke Divisi Utama
dengan materi pemain seperti Sobur (kiper), Giantoro, Kosasih B, Adeng
Hudaya, Encas Tonif, dll. Hasil polesan Marek ini lahirlah
bintang-bintang Persib seperti Robby Darwis, Adeng Hudaya, Adjat
Sudrajat, Suryamin, Dede Iskandar, Boyke Adam, Sobur, Sukowiyono, Iwan
Sunarya, dll. Hasil binaan Marek ini membawa Persib lolos ke final
bertemu PSMS pada Kompetisi Perserikatan 1982-1983 dan 1984-1985. Dua
kali Persib harus puas sebagai runner up setelah kalah adu penalti.
Pada final 1984-1985 mencatat rekor penonton karena membeludak hingga
pinggir lapangan. Dari kapasitas 100.000 tempat duduk di Stadion
Senayan, jumlah penonton yang hadir mencapai 120.000 orang
Pada tahun 1985 Ateng Wahyudi menjadi ketua umum Persib menggantikan
Solihin GP. Harapan yang dinantikan meraih juara kembali akhirnya
terwujud. Pada Kompetisi Perserikatan 1986, Persib yang ditangani
pelatih Nandar Iskandar meraih juara setelah di final mengalahkan
Perseman Manokwari 1-0 melalui gol tunggal Djadjang Nurdjaman, di
Stadion Senayan. Materi pemain Persib saat itu masih hasil polesan Marek
Janota seperti Sobur, Boyke Adam (kiper), Robby Darwis, Adjat
Sudrajat, Sukowiyono, Yana Rodiana, Adeng Hudaya, Sarjono, Iwan
Sunarya, Sidik Djafar, dll. Prestasi Persib masih tergolong stabil.
Meski gelar itu lepas ke tangan PSIS pada Kompetisi 1987 dan Persebaya
pada 1988, Persib masih berlaga di Senayan. Persib kembali meraih gelar
juara pada Kompetisi 1990 setelah mengalahkan Persebaya 2-0 melalui
gol bunuh diri Subangkit, dan Dede Rosadi. Saat itu, Persib yang
ditangani pelatih Ade Dana dengan asisten Dede Rusli dan Indra Thohir
diperkuat: Samai Setiadi (kiper), Robby Darwis, Adeng Hudaya, Ade
Mulyono Asep Sumantri, Nyangnyang/Dede Rosadi, Yusuf Bachtiar, Sutiono
Lamso, Adjat Sudrajat, Dede Iskandar, Djadjang Nurdjaman.
Pada Kompetisi 1991-1992, Persib gagal mempertahankan gelar setelah
kalah 1-2 dari PSM di semifinal, dan 1-2 dari Persebaya pada perebutan
tempat ketiga dan keempat. Pada tahun 1993 Wahyu Hamijaya dipilih
menjadi ketua umum Persib menggantikan Ateng Wahyudi. Pada kompetisi
penutup Perserikatan 1993-1994 Persib meraih gelar juara setelah di
final mengalahkan PSM 2-0 melalui gol Yudi Guntara dan Sutiono Lamso.
Persib pun berhak membawa pulang Piala Presiden untuk selamanya karena
kompetisi berikutnya berubah nama menjadi Liga Indonesia, yang
pesertanya dari Galatama dan Perserikatan. Saat merebut gelar juara
Kompetisi Perserikatan terakhir, trio pelatih yang menangani Persib
adalah Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, dan Emen “Guru” Suwarman.
Materi pemainnya, yakni Aris Rinaldi (kiper), Robby Darwis, Roy Darwis,
Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yusuf Bachtiar, Asep
Kustiana, Sutiono Lamso, Kekey Zakaria, Yudi Guntara. Persib kembali
mencatatkan namanya dalam sejarah kompetisi Liga Indonesia. Persib
berhasil mencapai final dan menggengam trofi juara dengan menaklukkan
Petrokimia Putra dihadapan lebih kurang 80.000 penonton di partai final
dengan skor 1-0 melalui gol Sutiono Lamso pada menit ke-76.
Sorai-sorai pun bergemuruh di Stadion Utama Senayan Jakarta. Saat itu,
Persib ditangani trio pelatih Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman, Emen
“Guru” Suwarman. Persib menggunakan formasi 3-5-2 dengan materi pemain
adalah Anwar Sanusi (kiper), Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Mulyana
(belakang). Dede Iskandar (kanan), Nandang Kurnaedi (kiri), Asep
“Munir” Kustiana, Yusuf Bachtiar, Yudi Guntara/Asep Sumantri
(gelandang), Kekey Zakaria, Sutiono Lamso (depan). Setelah meraih
juara Liga Indonesia I 1994-1995, prestasi Persib mulai menurun. Akan
tetapi, dalam kompetisi internasional prestasinya cukup mengesankan
karena sempat berlaga sampai perempat final Piala Champion Asia. Namun
di tanah air Persib harus merelakan trofi Piala Liga Indonesia jatuh ke
tangan saudara se-kota Tim Mastrans Bandung Raya yang akhirnya menjadi
juara Liga Indonesia II. Ternyata perjalanan Persib dalam mengarungi
Liga Indonesia tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Meski perombakan
di tubuh Persib kerap terjadi, belum juga menuai hasil maksimal, bahkan
Persib sempat terancam terdepak dari kompetisi Liga Indonesia karena
kerap di posisi papan bawah. Pada Liga Indonesia VII/2001 diarsiteki
pelatih Indra Thohir dan Deny Syamsudin, Persib bisa lolos ke babak “8
Besar” di Medan, tetapi akhirnya gagal ke semifinal. Pergantian pelatih
pun dilakukan termasuk dengan mendatangkan dari Polandia, Marek
Andrejz Sledzianowski pada Liga Indonesia IX/2003. Namun, Marek
Sledzianowski tidak seberuntung seniornya, Marek Janota. Sledzianowski
diganti di tengah jalan karena Persib terseok-seok di papan bawah.
Untuk menghindari jurang degradasi, pengurus Persib mendatangkan
pelatih asing asal Cile, Juan Antonio Paez. Upaya ini berhasil dan Paez
dipertahankan hingga Liga Indonesia X/2004.
Pada Liga Indonesia XI/2005, Indra Thohir kembali dipanggil. Namun,
Persib harus puas di peringkat lima. Kompetisi berikutnya, Risnandar
Soendoro dipercaya menjadi pelatih. Namun, dia hanya bertahan hingga dua
pertandingan awal kandang setelah kalah dari PSIS dan Persiap di
Stadion Siliwangi Bandung dan posisinya diganti Arcan Iurie
Anatolievici. Pelatih asal Moldova itu kembali dipertahankan untuk
menukangi Persib pada Liga Indonesia XIII 2007. Saat itu, Persib sudah
diprediksi bakal meraih gelar juara karena pada paruh musim tampil
sebagai pemuncak klasemen Wilayah Barat dan memenangkan duel dengan PSM
sebagai pemuncak klasemen Wilayah Timur. Akan tetapi, pada putaran
kedua, Persib terpeleset dan prestasinya menurun sehingga menempati
peringkat kelima dan gagal lolos ke babak “8 Besar”. Pada Kompetisi
Liga Super Indonesia I/2008-2009 untuk kali pertama Persib diracik
pelatih dari luar Bandung. Jaya Hartono (Medan), yang membawa Persik
Kediri menggondol Piala LI IX/2003 dipanggil untuk meracik Persib.
Sayangnya, Persib harus puas menempati peringkat tiga dalam kompetisi
yang menggunakan format satu wilayah itu. Pada Liga Super Indonesia
II/2009-2010, Persib yang masih ditangani Jaya Hartono kemudian diganti
asistennya Robby Darwis pada putaran kedua kompetisi hanya menempati
peringkat keempat klasemen akhir